Sejarah paskibraka merupakan salah satu bagian sejarah yang mungkin tak semua orang mengetahui. Paskibraka
yang memiliki tugas utama mengibarkan bendera Pusaka pada upacara
detik-detik Proklamasi 17 Agustus ternyata memiliki sejarah panjang
dalam pembentukannya, mengiringi perjalanan panjang bendera pusaka asli
(yang di jahit tangan oleh ibu fatmawati) hingga ketika bendera pusaka
asli tidak lagi dikibarkan dan diganti dengan duplikat pusaka.
Paskibraka
pada awal pembentukannya bernama Pasukan Pengerek Bendera Pusaka yang
untuk kemudian di ganti dengan nama Paskibraka yang di panjangkan dengan
Pasukan Pengibar Bendera Pusaka. bagaimana Sejarah Paskibraka. latar
belakang hingga terbentuknya, mari bersama kita ulas bersama-sama.
1. Bendera Pusaka dan Usaha Penyelamatannya.
Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan pada hari Jum’at tanggal 17
Agustus 1945 jam 10 pagi di jalan Pegangsaan timur 56 Jakarta. Setelah
pernyataan Kemerdekaan Indonesia untuk pertama kalinya secara resmi
bendera kebangsaan merah putih dikibarkan dan dipimpin oleh Bapak Latief Hendraningrat. dan di bantu oleh Suhud
dari barisan pelopor. Bendera ini dijahit tangan oleh ibu Fatmawati
Soekarno dan bendera ini pula yang kemudian disebut “Bendera Pusaka”.
Bendera Pusaka berkibar siang malam ditengah hujan tembakan sampai ibukota Republik Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta.
Pada
tanggal 4 Januari 1946 karena ada aksi terror yang dilakukan Belanda
semakin meningkat, maka Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia
dengan menggunakan kereta api meninggalkan Jakarta menuju Yogyakarta.
Bendera
Pusaka dibawa ke Yogyakarta dan dimasukkan dalam kopor pribadi Presiden
Soekarno. Selanjutnya ibukota Republik Indonesia dipindahkan ke
Yogyakarta.
Tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan
agresinya yang kedua. Pada saat Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta
dikepung oleh Belanda, Bapak Husein Mutahar dipanggil oleh Presiden
Soekarno dan ditugaskan untuk menyelamatkan Bendera Pusaka. Penyelamatan
Bendera Pusaka ini merupakan salah satu bagian dari sejarah untuk
menegakkan berkibarnya Sang Merah Putih di persada bumi Indonesia. Untuk
menyelamatkan Bendera Pusaka itu, terpaksa Bapak Hussein Mutahar harus
memisahkan antara bagian merah dan putihnya.
Untuk mengetahui
saat-saat penyelamatan Bendera Pusaka, maka terjadi percakapan yang
merupakan perjanjian pribadi antara Presiden Soekarno dan Bapak Hussein
Mutahar yang terdapat dalam Buku Bung Karno “Penyambung Lidah rakyat
Indonesia” karya Cindy Adams:
“Tindakanku yang terakhir adalah
memanggil Mutahar ke kamarku (Presiden Soekarno, Pen).” Apa yang terjadi
terhadap diriku, aku sendiri tidak tahu,” kataku ringkas. Dengan ini
aku memberikan tugas kepadamu pribadi. Dalam keadaan apapun juga, aku
memerintahkan kepadamu untuk menjaga Bendera kita dengan nyawamu. Ini
tidak boleh jatuh ke tangan musuh. Disatu waktu, jika Tuhan
mengizinkannya engkau mengembalikannya kepadaku sendiri dan tidak kepada
siapapun kecuali kepada orang yang menggantikanku sekiranya umurku
pendek. Andaikata engkau gugur dalam menyelamatkan Bendera ini,
percayakan tugasmu kepada orang lain dan dia harus menyerahkan ke
tanganku sendiri sebagaimana engkau mengerjakannya. Mutahar terdiam. Ia
memejamkan matanya dan berdoa. Disekeliling kami bom berjatuhan. Tentara
Belanda terus mengalir melalui setiap jalanan kota. Tanggung jawabnya
sungguh berat. Akhirnya ia memecahkan kesulitan ini dengan mencabut
benang jahitan yang memisahkan kedua belahan dari bendera itu.
Akhirnya
dengan bantuan Ibu Perna Dinata benang jahitan antara Bendera Pusaka
yang telah dijahit tangan Ibu Fatmawati Soekarno berhasil dipisahkan.
Setelah Bendera Pusaka dipisahkan menjadi dua maka masing-masing bagian
yaitu merah dan putih dimasukkan pada dasar dua tas milik Bapak Hussein
Mutahar, selanjutnya pada kedua tas tersebut dimasukkan seluruh pakaian
dan kelengkapan miliknya. Bendera Pusaka ini dipisah menjadi dua karena
Bapak Hussein Mutahar mempunyai pemikiran bahwa apabila
Bendera
Pusaka ini dipisah maka tidak dapat disebut bendera, karena hanya berupa
dua carik kain merah dan putih. Hal ini untuk menghindari penyitaan
dari pihak Belanda.
Setelah Presiden Soekarno dan Wakil Presiden
Muhammad Hatta ditangkap dan diasingkan, Kemudian Bapak Hussein Mutahar
dan beberapa staf Keprisidenan juga ditangkap dan diangkut dengan
pesawat dakota. Ternyata mereka di bawa ke Semarang dan di tahan di
sana. Pada saat menjadi tahanan kota, Bapak Hussein Mutahar berhasil
melarikan diri dengan naik kapal laut menuju Jakarta.
Di Jakarta
beliau menginap di rumah Bapak R. Said Soekanto Tjokroaminoto (Kapolri
I). Beliau selalu mencari informasi bagaimana caranya agar ia dapat
segera menyerahkan Bendera Pusaka kepada Presiden Soekarno.
Sekitar
pertengahan bulan Juli 1948, pada pagi hari Bapak Hussein Mutahar
menerima pemberitahuan dari Bapak Sudjono yang tinggal di Oranje
Boulevard (sekarang Jl. Diponegoro) Jakarta, isi pemberitahuan itu
adalah bahwa surat pribadi dari Presiden Soekarno yang ditujukan kepada
Bapak Hussein Mutahar. Pada sore harinya surat itu diambil beliau dan
ternyata benar berasal dari Presiden Soekarno pribadi yang isinya adalah
perintah Presiden Soekarno kepada Bapak Hussein Mutahar supaya
menyerahkan Bendera Pusaka yang dibawanya kepada Bapak Sudjono,
selanjutnya agar Bendera Pusaka tersebut dapat dibawa dan diserahkan
kepada Presiden Soekarno di Bangka (Muntok).
Presiden Soekarno tidak
memerintahkan Bapak Hussein Mutahar datang ke Bangka untuk menyerahkan
sendiri Bendera Pusaka langsung kepada beliau (Presiden Soekarno),
tetapi menjadi kerahasiaan perjalanan Bendera Bangka.
Sebab
orang-orang Republik Indonesia dari Jakarta yang tidak diperbolehkan
mengunjungi ketempat pengasingan Presiden pada waktu itu hanyalah
warga-warga Delegasi Republik Indonesia, antara lain : Bapak Sudjono,
sedangkan bapak Hussein Mutahar bukan sebagai warga Delegasi Republik
Indonesia.
Setelah mengetahui tanggal keberangkatan Bapak Sudjono ke
Bangka, maka dengan meminjam mesin jahit milik seorang istri dokter.
Bendera Pusaka yang terpisah menjadi dua dijahit kembali oleh Bapak
Hussein Mutahar persis lubang bekas jahitan aslinya. Tetapi sekitar 2 cm
dari ujung bendera ada kesalahan jahit. Selanjutnya Bendera Pusaka ini
dibungkus dengan kertas koran dan diserahkan kepada Presiden Soekarno.
Sebagai
penghargaan atas jasa menyelamatkan Bendera Pusaka yang dilakukan oleh
Bapak Hussein Mutahar, Pemerintah Republik Indonesia telah
menganugerahkan Bintang Mahaputera pada tahun 1961 yang disematkan oleh
Presiden Soekarno.
2. Pengibaran Bendera Merah Putih di Gedung Agung Yogyakarta
Menjelang
peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke II,
Presiden Soekarno memanggil salah seorang ajudan beliau, yaitu Bapak
Mayor (L) Hussein Mutahar dan memberi tugas untuk mempersiapkan dan
memimpin ucapara peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
tanggal 17 Agustus 1946 di halaman Istana Presiden Gedung Agung
Yogyakarta.
Ketika sedang berpikir keras menyu-sun acara demi acara,
seberkas ilham berkelebat di benak Mutahar. Persatuan dan kesatuan
bangsa, wajib tetap dilestarikan kepada generasi penerus yang akan
menggantikan para pemimpin saat itu. "Simbol-simbol apa yang bisa
digunakan?" pikirnya.
Pilihannya lalu jatuh pada pengibaran bendera
pusaka. Mutahar berpikir, pengibaran lambang negara itu sebaiknya
dilakukan oleh para pemuda Indonesia. Secepatnya, ia menunjuk lima
pemuda yang terdiri dari tiga putri dan dua putra. Lima orang itu, dalam
pemikiran Mutahar, adalah simbol Pancasila.
Salah seorang pengibar
bendera pusaka 17 Agustus 1946 itu adalah Titik Dewi Atmono Suryo,
pelajar SMA asal Sumatera Barat yang saat itu sedang menuntut ilmu dan
tinggal di Yogyakarta. Sampai peringatan HUT Kemerdekaan ke-4 pada 17
Agustus 1948, pengibaran oleh lima pemuda dari berbagai daerah yang ada
di Yogyakarta itu tetap dilaksanakan.
Pada tanggal 6 juni 1949,
Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta beserta beberapa
pemimpin Republik Indonesia lainnya, tiba kembali ke Yogyakarta dari
Bangka, dengan membawa serta Bendera Pusaka. Pada tanggal 17 Agustus
1949, Bendera Pusaka kembali dikibarkan pada upacara peringatan
detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia didepan Istana
Presiden Gedung Agung Yogyakarta.
Tanggal 27 Desember 1949 Presiden
Soekarno dilakukan penandatangan naskah pengakuan kedaulatan di negeri
Belanda dan menyerahkan kekuasaan di Jakarta.sedang di Yogyakarta
dilakukan penyerahan kedaulatan dari Republik Indonesia kepada Republik
Indonesia Serikat.
Tanggal 28 Desember 1949 Presiden Soekarno
kembali ke Jakarta untuk memangku jabaan sebagai Presiden Republilk
Indonesia Serikat.
Setelah empat tahun di tinggalkan, Jakarta
kembali menjadi ibukota Republik Indonesia. Pada hari itu Bendera Pusaka
Sang Merah Putih juga di bawa ke Jakarta.
Untuk pertama kalinya
hari proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, tanggal 17 Agustus1950
diselenggarakan di Istana Merdeka Jakarta.
Bendera Pusaka Merah
Putih berkibar dengan megahnya di tiang tujuh belas dan disambut dengan
penuh kegembiraan oleh seluruh bangsa indonesia.
Regu-regu pengibar dari tahun 1956 – 1966 dibentuk dan diatur oleh Rumah Tangga Kepresidenan.
3. Bedirinya Direktorat Jenderal Urusan Pemuda dan Pramuka ( DITJEN UDAKA ) dan Diadakan Latihan Pandu Indonesia ber-Pancasila.
Mutahar
tidak lagi menangani pengibaran bendera pusaka sejak ibukota negara
dipindahkan dari Yogyakarta. Upacara Peringatan Proklamasi Kemerdekaan
diadakan di Istana Merdeka Jakarta sejak 1950 sampai 1966. Ia pun seakan
hilang bersama impiannya. Na-mun, ia mendapat "kado ulang tahun ke-49"
pada tanggal 5 Agustus 1966, ketika ditunjuk menjadi Direktur Jenderal
Urusan Pemuda dan Pramuka (Dirjen Udaka) di Departemen Pendidikan &
Kebudayaan (P&K). Saat itulah, ia kembali teringat pada gagasannya
tahun 1946.
Setelah berpindah-pindah tempat ker-ja dari Stadion
Utama Senayan ke eks gedung Departemen PTIP di Jalan Pe-gangsaan Barat,
Ditjen Udaka akhirnya menempati gedung eks Departemen Te-naga Kerja dan
Transmigrasi (Naker-trans) Jalan Merdeka Timur 14 Jakarta. Tepatnya, di
depan Stasiun Kereta Api Gambir.
Dari sana, Mutahar dan jajaran
Udaka kemudian mewujudkan cikal bakal latihan kepemudaan yang kemudian
diberi nama "Latihan Pandu Ibu Indonesia BerPancasila". Latihan itu
sempat diujicoba dua kali, tahun 1966 dan 1967. Kurikulum ujicoba
"Pasukan Penggerek Bendera Pusaka" dimasukkan dalam latihan itu pada
tahun 1967 dengan peserta dari Pramuka Penegak dari beberapa gugus depan
yang ada di DKI Jakarta.
Latihan itu mempunyai kekhasan,
teru-tama pada metode pendidikan dan pelatihannya yang menggunakan
pen-dekatan sistem "Keluarga Bahagia" dan diterapkan secara nyata dalam
konsep "Desa Bahagia". Di desa itu, para peserta latihan (warga desa)
diajak berperan serta dalam menghayati kehidupan sehari-hari yang
menggambarkan peng-hayatan dan pengamalan Pancasila.
Saat Ditjen
Udaka difusikan dengan Ditjen Depora menjadi Ditjen Olahraga dan
Pemuda, lalu berubah lagi menjadi Ditjen Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda
dan Olahraga (Diklusepora), salah satu direktorat di bawahnya adalah
Direktorat Pembinaan Generasi Muda (PGM). Direktorat inilah yang
kemudian meneruskan latihan dengan lembaga penyelenggara diberi nama
"Gladian Sentra Nasional".
4. Pecobaan Pembentukan Pengerek Bendera Pusaka tahun 1967 dan Pasukan Pertama tahun 1968
Tahun
1967, Husain Mutahar kembali dipanggil Presiden Soeharto untuk dimintai
pendapat dan menangani masalah pengibaran bendera pusaka. Ajakan itu,
bagi Mutahar seperti "mendapat durian runtuh" karena berarti ia bisa
melanjutkan gagasannya membentuk pasukan yang terdiri dari para pemuda
dari seluruh Indonesia.
Mutahar lalu menyusun ulang dan
mengembangkan formasi pengibaran dengan membagi pasukan menjadi tiga
kelompok, yakni Kelompok 17 (Pengiring/ Pemandu), Kelompok 8
(Pembawa/Inti) dan Kelompok 45 (Pengawal). Formasi ini merupakan simbol
dari tanggal Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia Republik
Indonesia 17 Agustus 1945 (17-8-45).
Mutahar berpikir keras dan
mencoba mensimulasikan keberadaan pemuda utusan daerah dalam gagasannya,
karena dihadapkan pada kenyataan saat itu bahwa belum mungkin untuk
mendatangkan mereka ke Jakarta. Akhirnya diperoleh jalan keluar dengan
melibatkan putra-putri daerah yang ada di Jakarta dan menjadi anggota
Pandu/Pramuka untuk melaksanakan tugas pengibaran bendera pusaka.
Semula,
Mutahar berencana untuk mengisi personil kelompok 45 (Pengawal) dengan
para taruna Akademi Ang-katan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri)
sebagai wakil generasi muda ABRI. Tapi sayang, waktu liburan perkuliahan
yang tidak tepat dan masalah transportasi dari Magelang ke Jakarta
menjadi kendala, sehingga sulit terwujud.
Usul lain untuk
menggunakan anggota Pasukan Khusus ABRI seperti RPKAD (sekarang
Kopassus), PGT (sekarang Paskhas), Marinir dan Brimob, juga tidak mudah
dalam koordinasinya. Akhirnya, diambil jalan yang paling mudah yaitu
dengan merekrut anggota Pasukan Pengawal Presiden (Paswalpres), atau
sekarang Paspampres, yang bisa segera dikerahkan, apalagi sehari-hari
mereka memang bertugas di lingkungan Istana.
Pada tanggal 17
Agustus 1968, apa yang tersirat dalam benak Husain Mutahar akhirnya
menjadi kenyataan. Setelah tahun sebelumnya diadakan ujicoba, maka pada
tahun 1968 dida-tangkanlah pada pemuda utusan daerah dari seluruh
Indonesia untuk mengibar-kan bendera pusaka.
Selama enam tahun,
1967-1972, bendera pusaka dikibarkan oleh para pemuda utusan daerah
dengan sebutan "Pasukan Penggerek Bendera". Pada tahun 1973, Drs Idik
Sulaeman yang menjabat Kepala Dinas Pengembangan dan Latihan di
Departemen Pendidikan dan Kebu-dayaan (P&K) dan membantu Husain
Mutahar dalam pembinaan latihan me-lontarkan suatu gagasan baru tentang
nama pasukan pengibar bendera pusaka.
Pada tanggal 17 Agustus
1968, petugas Bendera Pusaka adalah para pemuda utusan propinsi. Tetapi
propinsi – propinsi belum seluruhnya mengirimkan utusan, sehingga masih
harus ditambah oleh ex-anggota pasukan tahun 1967.
Tahun 1969
karena Bendera Pusaka kondisinya sudah terlalu tua sehingga tidak
mungkin lagi untuk dikibarkan, maka dibuatlah duplikat Bendera Pusaka.
Untuk di kibarkan di tiang 17 meter Istana Merdeka, telah tersedia
bendera merah putih dari bahan bendera ( wool ) yang dijahit 3 potong
memanjang kain merah dan 3 potong memanjang kain putih
kekuning-kuningan.
Bendera Merah Putih duplikat Bendera Pusaka yang
akan dibagikan ke daerah idealnya terbuat dari sutera alam dan alat
tenun asli Indonesia, yang warna merah dan putih langsung ditenun
menjadi satu tanpa di hubungkan dengan jahitan dan warna merahnya cat
celup asli Indonesia.
Pembuatan duplikat Bendera Pusaka ini
dilaksanakan oleh badan Penelitian Tekstil Bandung dengan dibantu oleh
PT. Ratna di Ciawi Bogor. Dalam praktek pembuatan duplikat Bendera
Pusaka, sukar untuk memenuhi syarat yang ditentukan Bapak Hussein
Mutahar, karena cat asli Indonesia tidak memiliki warna merah bendera
standar dan pembuatan dengan alat tenun bukan mesin akan lama.
Tanggal
5 Agustus 1969 di istana Negara Jakarta berlangsung upacara penyerahan
duplikat Bendera Pusaka Merah Putih dan reproduksi naskah Proklamasi
oleh Presiden Soeharto kepada Gubernur/ Kepala Daerah Tingkat I seluruh
Indonesia. Hal ini dapat dimaksudkan agar diseluruh Ibukota
Propinsi/daerah Tingkat I dapat dikibarkan duplikat Bendera Pusaka dan
diadakan pembacaan Naskah Proklamasi 17 Agustus di Istana Merdeka
Jakarta. Selanjutnya duplikat Bendera Pusaka dan reprroduksi Naskah
Proklamasi diserahkan kepada daerah tingkat II/kabupaten dan
perwakilan-perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
Bendera
duplikat (yang dibuat dari 6 carik kain) mulai dikibarkan menggantikan
Bendera Pusaka pada peringatan hari UlangTahun Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia tanggal 17 Agustus 1969 di Istana
Merdeka Jakarta, sedangkan Bendera Pusaka bertugas mengantar dan menjemput bendera duplikat yang dikibarkan/diturunkan.
Pada
tahun itu secara resmi anggota PASKIBRAKA adalah para remaja SMTA
se-tanah air Indonesia. Setiap propinsi diwakili sepasang remaja.
Dari tahun 1967 sampai tahun 1972 anggota yang terlibat masih dinamakan sebagai anggota “Pengerek Bendera”.
Pada
tahun 1973 Bapak Inik Sulaeman melontarkan suatu nama untuk anggota
Pengibar Bendera Pusaka dengan sebutan PASKIBRAKA, PAS dari kata
PASUKAN, KIB berasal dari kata KIBAR mengandung pengertian PENGIBAR, RA
berasal dari kata BENDERA dan KA berarti PUSAKA. Mulai saat itu
singkatan anggota pasukan Pengibar Bendera Pusaka adalah PASKIBRAKA.
0 komentar:
Posting Komentar